TERBONGKAR SUDAH !! Sandi diberi predikat ulama krisis legitimasi di kubu Prabowo dan kriteria ulama Predikat ulama yang disematkan kepada bakal kandidat wakil presiden Sandiaga Uno diperkirakan dilontarkan sebagai politisasi untuk menutupi 'krisis legitimasi' di kubu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno karena lawan mereka, Joko Widodo, menggandeng 'ulama 100%'.
Analisis itu dibuat oleh Guru Besar Politik Islam Universitas Negeri Sunan Kalijaga, Noorhaidi Hasan ketika dimintai pendapatnya tentang pernyataan Wakil Ketua Majelis Syuro PKS, Hidayat Nur Wahid bahwa Sandiaga Salahuddin Uno adalah juga seorang ulama.Pemberian predikat itu menuai banyak kritik dan juga menjadi menarik di tengah persaingan untuk merebut suara umat sebanyak-banyaknya pada tanggal 17 April 2019 dalam rangka menuju kursi RI nomor satu dan nomor dua.
'Orang yang bukan ahli agama'
Pernyataan Wakil Ketua Majelis Syuro PKS, Hidayat Nur Wahid dan sekaligus wakil ketua MPR bahwa calon wakil presiden Sandiaga Uno juga seorang ulama bukan tanpa maksud. PKS merupakan salah satu partai penyokong pasangan calon presiden/wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang bertarung melawan Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin.
"Maksud saya jelas agar justru tidak dihadirkan dikotomi antara Pak Sandi dan Pak Ma'ruf Amin hanya karena 'seolah-olah yang satu kemudiaan ulama dalam konteks kemudian yang lain tidak lebih islami daripada yang diberi titel ulama.
"Karena dalam konteks praktis yang dilakukan oleh Pak Sandi, perilaku beragamanya dan keahliannya dalam bidang ekonomi itu masuk dalam ketegori sebagai seorang ulama," jelas Hidayat Nur Wahid dalam wawancara dengan BBC News Indonesia, Rabu (19/09).Ia menggarisbawahi predikat ulama itu diambil berdasarkan pengertian dalam Alquran yang tidak secara khusus ulama harus ahli dalam bidang agama Islam.
Penyebutan ulama untuk Sandiaga Uno ini, menurut Guru Besar Politik Islam Universitas Negeri Sunan Kalijaga, Noorhaidi Hasan, dapat diartikan sebagai manuver politik.
"Saya melihatnya Pak Hidayat Nur Wahid sedang melakukan politisasi karena Pak Prabowo itu dicitrakan mewakili kelompok Muslim yang baik atau sejati atau yang taat, terutama kelompok Muslim reformis.
Tapi Pak Prabowo ini wakilnya adalah orang yang bukan ahli agama, padahal lawannya yaitu KH. Ma'ruf Amin adalah orang yang oleh masyarakat di Indonesia dianggap 100% ulama. Jadi Pak Hidayat Nur Wahid sedang berusaha menutupi krisis legitimasi di kalangan kelompoknya Pak Prabowo, kelompoknya Pak Hidayat Nur Wahid," kata Profesor Noorhaidi Hasan.
Ditambahkan, jika Sandiaga Uno tidak diberi gelar ulama maka mudah diprediksi suara orang awam di bilik TPS nanti akan disalurkan untuk pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin.
"Mengapa? Karena didukung oleh ulama," jelasnya.
KH Ma'ruf Amin merupakan Rais Aam PBNU dan ketua Majelis Ulama Indonesia, MUI.
Definisi ulama dan 'kekeliruan'
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS, Hidayat Nur Wahid, yang juga menjabat sebagai wakil ketua MPR mengatakan kandidat wakil presiden Sandiaga Salahuddin Uno termasuk dalam golongan ulama, berdasarkan makna kata itu dalam kitab suci Alquran.
Disebutkan pedoman makna kata ulama tercantum dalam dua ayat di Surat Satir dan al Syu'ara.
"Dari dua ayat tersebut tidak secara khusus menyebutkan tentang keahlian dalam ilmu agama, tapi keahlian tentang ilmu sejarah, ilmu sains, ilmu yang terkait dengan ilmu-ilmu umum, nonilmu agama." Demikian dijelaskan Hidayat Nur Wahid.
Berdasarkan dua ayat dalam Alquran itulah, ia meyakini sosok Sandiaga masuk kategori ulama.
"Karena dia mempunyai keahlian, keahlian dia dalam bidang ekonomi, keahlian dalam bidang entrepreneurship (kewiraswastaan), keahlian dalam bidang bisnis yang keahlian-keahlian ini tidak membuat dia menjadi arogan, menjadi antisosial, menjadi anti-Tuhan, antiagama, menjadi perilakunya semena-mena.
"Tapi dengan keilmuan dia, keahlian dia dalam beragam bidang itu justru membuat dia begitu saleh, begitu aktif melaksanakan ajaran agama dengan salat sunahnya sekalipun... termasuk dengan infaqnya. Dalam konteks sosial dia juga sangat ramah dengan siapa pun, menghormati yang tua, menghormati ahli agama." Demikian argumen Hidayat Nurwahid dalam wawancara dengan BBC News Indonesia.Guru Besar Politik Islam Universitas Negeri Sunan Kalijaga, Noorhaidi Hasan, mengamini makna dari terminologi ulama yang dipaparkan oleh Hidayat Nur Wahid, tetapi dalam konteks bahasa Arab kata ulama merupakan bentuk jamak dari kata alim.
"Seorang Sandiaga Uno bisa dikatakan alim, orang yang mengerti, orang yang tahu tentang ekonomi, dalam bidang ekonomi. Tapi dia bukan alim dalam bidang agama Islam," jelasnya.
Kata ulama itu sendiri, lanjutnya, telah mengalami perubahan dari kata fuqaha, bentuk jamak dari fiqih yang artinya 'hukum Islam', lantas menjadi alim atau bentuk jamaknya ulama.Semula diperuntukkan untuk penyebutan jamak minimal tiga orang dan menguasai dua disiplin ilmu, menurutnya, kata itu telah mengalami proses yang bisa disebut sebagai penyimpangan, reduksi, atau simplifikasi.
"Sehingga akhirnya umat Islam itu terjebak. Dia merasa punya banyak ulama tapi sebenarnya bukan seperti yang dikatakan hadis Rasulullah. Karena yang dimaksud ulama di situ orang yang punya ilmu alam, jumlahnya minimal tiga orang, ditambah mereka mempunyai ilmu agama. Nah sekarang kesannya, ulama itu adalah satu orang ahli ilmu agama, dan dia mewakili seluruh para nabi," papar Noorhaidi Hasan.
Padahal menilik sejarahnya, tambah pakar politik Islam dari Universitas Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta ini, istilah pewaris nabi itu mengacu pada masing-masing nabi. Misalnya, ulama pewaris Nabi Nuh menguasai ilmu agama ditambah dengan ilmu perkapalan. Adapun mereka yang menjadi penerus nabi Daud harus menguasai ilmu agama ditambah dengan keahlian dalam metalurgi.
Kyai Haji, Ajengan, Tuan Guru: Gelar ulama di Indonesia
Titel ulama sendiri tidak serta merta mendahului nama dari sang penyandangnya dalam penggunaan sehari-hari dan di beberapa daerah digunakan sebutan berbeda-beda.
Di Jawa Timur dan Jawa Tengah, seorang ulama biasanya bergelar Kyai Haji atau disingkat KH sebagaimana KH Ma'ruf Amin. Di Jawa Barat dikenal gelar Ajengan dan di Nusa Tenggara Barat ulama dikenal dengan sebutan Tuan Guru.
Sosok ulama di mata umat
Istilah ulama dimaknai beragam oleh beberapa warga berikut.Ulama itu adalah orang yang memiliki kualitas dan kedalaman hidup spiritual dan moral etik yang tinggi serta memiliki kekuatan hidup yang lebih, seperti kesabaran, kerendahan hati, kesantunan dan keterbukaan hati untuk menerima orang lain sebagai sahabat, saudara dalam peziarahan hidup.
"Ulama dalam kiprahnya dipandang sebagai pribadi yang ahli, pakar, piawai dan kompeten dalam bidang keagamaan, secara khusus agama Islam. Dia memiliki cakrawala dan pemikiran yang utuh, holistik terkait dengan kehidupan, ajaran keagamaan, dan juga dalam memahami dan menafsirkan Alquran serta hadisnya." Romo Philipus Suroyo, ketua Komisi Kerasulan Awam dan Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan Keuskupan Tanjung Karang, Lampung.SUMBER : https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-45574222
0Komentar