Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Purbalingga, Jawa Tengah, Rahmat Pamuji memilih mengakhiri nyawanya dengan terjun dari lantai tiga lantaran putus cinta dan tak kunjung mendapatkan pekerjaan di Malaysia. Beruntung nyawanya selamat, namun tulang belakangnya patah. 




Ocsya Ade CP, Pontianak

--------------

Rahmat Pamuji sudah tujuh bulan menjadi TKI di Malaysia. Namun nasibnya tidak semulus TKI lainnya. Warga Purbalingga ini terkatung-katung di negeri orang lantaran tidak lagi bekerja. Saat itu pula, dia pun ditinggalkan pacarnya yang merupakan warga Kota Pontianak.

Putus asa, Rahmat nekat mencoba mengakhiri hidupnya dengan cara melompat dari lantai tiga Hotel Public Inn Bintulu, Sarawak, Malaysia, 10 Desember 2016 lalu. Alasannya, patah hati dan putus asa karena ditinggal pacar. Kegalauan hati diperparah dengan tidak adanya uang dan kerjaan saat berada di negeri orang.

“Dari keterangan yang bersangkutan, percobaan bunuh diri ini dengan cara terjun dari bangunan itu, lantaran putus asa tidak punya pekerjaan dan kecewa karena cinta. Dia diputusin pacarnya,” kata Windu Setiyoso, Pelaksana Fungsi Konsuler 1, Konsulat Jenderal RI (KJRI) Kuching, Kamis (12/1) siang.

Di Bintulu, pemuda 29 tahun itu bekerja di kedai makan (restoran) Selera Kampung. Di kedai itu seorang wanita bernama Astri, asal Kota Singkawang yang lama menetap di Kota Pontianak, juga bekerja. Rahmat jatuh hati kepada wanita 31 tahun itu. “Mereka saling jatuh hati dan menjalin hubungan sejak enam bulan lalu,” cerita Windu.

Pada 10 Desember 2016, dua sejoli ini bertengkar hebat. Membuat Astri memutuskan hubungan asmara mereka. Karena sudah putus dan tak mau mengingat masa lalu ketika bertemu dengan Astri, Rahmat memutuskan untuk berhenti bekerja di kedai tersebut.

Bertahan hidup di negeri Jiran, Rahmat mencoba mencari pekerjaan di tempat lainnya. Ada empat kedai yang didatanginya, namun nasib berkata lain. Cintanya gagal, kerjaan pun tiada. “Tak satu pun yang mau terima Rahmat, karena dia tak memiliki paspor,” papar Windu.

Dengan alasan itulah, lanjut Windu, Rahmat nekat mengakhiri hidupnya dengan cara terjun bebas dari lantai tiga Hotel Public Inn Bintulu. “Intinya, dia kecewa dengan mantannya. Disisi lain, dia tidak bisa bekerja lagi dan tidak memiliki uang untuk pulang ke Indonesia. Sehingga dia putus asa,” jelas Windu.

Pascakejadian terjun bebas ini, Rahmat ditolong warga Malaysia. Dia dibawa dan dirawat di Rumah Sakit Bintulu. Karena suka berpindah tempat kerja dan tak mengantongi paspor atau identitas lain, awalnya pemerintah Malaysia sukar mengetahui alamat asal Rahmat. Butuh waktu lama untuk penelusuran dan penyelidikan terkait identitasnya. 

“Setelah kerja keras pihak Malaysia yang terus berkoordinasi dengan KJRI Kuching begitu juga sebaliknya, akhirnya identitas Rahmat diketahui. Siapa dia dan dari mana asalnya, sudah diketahui,” ungkapnya.

Akibat dari percobaan bunuh diri ini, Rahmat menderita lumpuh total. Ia hanya bisa terbaring lemah karena tulang belakang patah. “Tanggal 20 Desember 2016, KJRI Kuching dihubungi pihak Malaysia akan perihal ini. Kemudian tanggal 10 Januari 2017, Rahmat siap diantar ke Shelter KJRI untuk menginap semalam. Kamis pagi dia segera dipulangkan,” terang Windu.

Pemulangan Rahmat melalui jalur darat perbatasan Tebedu, Sarawak-Entikong, Kabupaten Sanggau. “Kami sudah koordinasi dengan P4TKI Entikong dan otoritas lainnya, baik di Kalbar maupun di Jawa Tengah. Rahmat sudah sampai di Entikong tadi (kemarin) sore. Dia langsung dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Soedarso untuk perawatan lebih lanjut, sebelum dipulangkan ke daerah asalnya,” kata Windu.