BIKIN GEMPAR !! Prabowo diklaim bisa dapat 20-30 juta suara dari ulama pewaris nabi Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama, Yusuf Muhammad Martak, mengaku dukungan untuk kandidat presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam pemilihan presiden 2019 dapat bertambah 20 hingga 30 juta suara berkat pertemuan ulama yang dikenal dengan ijtima ulama.






Ia melandaskan perkiraan angka sebesar itu antara lain berdasarkan para tokoh yang hadir dalam Ijtima Ulama I pada bulan Juli dan Ijtima Ulama II yang digelar pada Minggu (16/09).

Untuk mengorek logika klaim itu, BBC News Indonesia mewawancarai Yusuf Muhammad Martak melalui telepon, Selasa (18/09).

Mengapa peserta Ijtima Ulama II tampak tidak melibatkan nama-nama besar?

Kriteria ulama itu tergantung penilaian masing-masing, tapi yang namanya ulama ya sudah pasti seorang tokoh yang mengerti agama. Yang hadir di tempat kami juga bukan orang-orang yang tidak punya nama.Bahkan ada beberapa para habaib, para ulama, dai-dai kondang yang sudah sering berdakwah di seluruh Indonesia, keluar-masuk tv, radio dan sebagainya. Kami punya kriteria dan Alhamdulillah mereka konsisten dalam perjuangan dan punya hero (pahlawan) perjuangan, bukan hanya ikut-ikutan saja, karena ini adalah perjuangan rangkaian dari mulai Aksi 411, 212 hingga Ijtima I dan Ijtima II.

Boleh disebutkan dua atau tiga nama yang kondang?

Ya seperti Ali Karrar dari Madura (pengasuh Pesantren Lenteng, Pamekasan), Tengku Zulkarnain (pendakwah), Habib Ahmad. Wah banyak sekali, sulit kalau saya sebut satu-satu.

Apakah tidak ada kekhawatiran bahwa dengan adanya pakta integritas ini maka kepercayaan dari umat terhadap para ulama menjadi taruhan?

Tidak. Justru melalui ijtima ulama ini, menurut pandangan kami, lebih aktif dan lebih jelas komitmen kita dengan calon jadi tidak hanya 'kami akan memberikan dukungan, kami akan deklarasi sana-sini' tapi tidak ada komitmen.

Dengan pakta integritas ini kami nanti bisa langsung mengarahkan. Misal, poin A, kenapa ini tidak dijalankan, sudah sekian bulan, sekian tahun. Nah itu bisa kami tagih.

Jika pasangan calon yang didukung ini nanti kalah, apakah nama besar pemimpin agama tidak menjadi taruhan akhirnya?

Insya Allah tidak ya. Karena memang setiap ada pemilihan itu, pasti ada sebagian yang memilih calon yang A, ada yang calon B. Dari tingkat ulama, dari tingkat pegawai negeri, dari tingkat orang profesi, orang-orang sipil, pasti tidak mungkin semua memberikan dukungannya kepada satu paslon.

Cuma ini ada label seorang ulama, dan seorang ulama itu adalah pewaris nabi. Jadi dia selalu diharapkan dukungannya karena ulama punya pondok, punya murid, banyak massanya.

Jika dihitung dari basis pemilih, berapa kira-kira angka yang bisa disumbangkan dari Ijtima Ulama II kemarin?

Dilihat dari perolehan suara Pak Prabowo di tahun 2014 kalau tidak salah sekitar 50 jutaan. Nah itu belum ada pengkondisian, belum ada acara seperti ijtima, jadi Insya Allah dengan adanya ini maka akan menjadi lebih besar.

Karena dengan aksi saja, kami sudah bisa menghadirkan lima sampai tujuh juta yang hadir di Jakarta. Apalagi nanti kalau pilpres mereka tidak harus hadir di Jakarta. Saya pikir di atas 20, 30-an juta. Insya Allah. Saya sulit menghitung. Itu dari yang bisa termotivasi dari ulama yang hadir, tapi selain itu pasti juga ada yang berkeinginan memilih paslon yang A dan paslon B.

Berikut sejumlah hal seputar ijtima ulama

Pernyataan dukungan yang dibarengi dengan penandatangan pakta integritas sudah biasa dilakukan dalam proses seleksi pemimpin, apalagi sekelas pemimpin negara.

Sudah bisa ditebak ke mana arah dukungan sejumlah ulama, pentolan partai, ormas dan habib yang berkumpul di Jakarta, Minggu (16/09) dalam rangka acara bertajuk Ijtima Ulama II.

 Diselenggarakan oleh Gerakan Nasional Pembela Fatwa (GNPF) Ulama, salah satu motor penggerak demonstrasi 212 yang menentang Basuki Tjahaja Purnama dalam pemilihan gubernur DKI lalu setelah tersandung kasus penistaan agama, Ijtima Ulama II bertekad memenangkan kandidat presiden dan wakil presiden, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dan menandatangani pakta integritas. 
Namun langkah itu diperkirakan justru akan menjadi 'bumerang' bagi pihak-pihak yang berada di balik acara tersebut. Paling tidak, begitulah pandangan Kapitra Ampera, pengacara ulama, sosok vokal di balik gerakan 212 tetapi kini menjadi bakal caleg dari PDIP dari daerah pemilihan Riau.

"Pakta integritas itu normatif saja dan semua presiden akan melaksanakan. Tidak ada pengaruhnya. Yang ada adalah memberikan kesan bahwa mereka berperan dalam menentukan calon pemimpin nasional," jelasnya.

"Ya kalau ia menang, kalau kalah, apa tidak malu para ulama karena tidak didengar. Pengaruh ke spektrum politik, pasar politik tidak begitu tinggi." Demikian ditambahkan Kapitra Ampera yang pernah menjadi kuasa hukum pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab dalam sejumlah kasus hukum.

Ijtima turut salurkan dukungan umat?

Jadi, lanjutnya, alih-alih membantu mendatangkan suara, pertemuan ulama terbaru itu justru mengingkari hasil ijtima ulama pada Juli lalu yang sudah bulat mendukung ulama menjadi wakil presiden mendampingi Prabowo.

"Kumpulan para ulama memutuskan bahwa ada dua calon ulama yang harus diakomodir menjadi calon wakil presiden, maka ini harus dilaksanakan. Ketika tidak dilaksanakan, maka untuk apalagi ijtima ulama?"

Kapitra Ampera merujuk pada nama Salim Segaf Al Jufri dan atau Ustaz Somad yang diusulkan sebagai bakal calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto. Namun Prabowo pada akhirnya menolak rekomendasi itu dan memilih Sandiaga Uno sebagai pendampingnya

Bagaimanapun, salah satu wakil ketua Partai Gerindra pimpinan Prabowo, Ferry Juliantono, yakin ungkapan dukungan dari Ijtima Ulama II terhadap calon presiden Prabowo Subianto dan calon wakil presiden Sandiaga Uno tentu akan turut mendatangkan suara.

"Rasanya pasca forum ulama ini tentu institusi mereka, forum tersebut merekomendasikan kepada semua jajaran dan semua jaringan yang mereka miliki untuk mendukung pasangan Prabowo dan Sandi," ungkapnya dalam wawancara dengan BBC News Indonesia, Senin (17/09).

Rizieq Shihab masuk pakta integritas Prabowo
Dukungan memang baru dapat diuji di bilik suara pada hari pencoblosan 17 April 2019. Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia, Aditya Perdana, menilai forum yang disebut ijtima ulama ini tidak istimewa.

"Pertemuan seperti itu sama saja dengan pertemuan para relawan Jokowi yang juga mempunyai pertemuan sendiri. Ini juga sama, pertemuan ini untuk mendeklarasikan dukungan kepada calon.

"Nah, ijtima ulama ini menjadi sangat menarik karena ada Habib Rizieq. Kalau tidak ada Habib Rizieq maknanya mungkin tidak begitu kuat," jelasnya.
Yang dimaksud Aditya Perdana adalah pemimpin FPI, Rizieq Shihab yang mempunyai banyak pengikut - dengan demikian menjadi basis pemilih, meski ia memilih tinggal di Mekkah, Arab Saudi.

Ia tinggal di sana sejak Mei 2017 setelah menghadapi sejumlah kasus hukum, termasuk kasus dugaan penyebaran konten pornografi. Ia memberikan arahan dari jarak jauh di forum ulama pada hari Minggu.

Dalam salah satu poin pakta integritas yang diteken oleh Prabowo-Sandi, disebutkan bahwa pasangan calon itu siap "melakukan proses rehabilitasi, menjamin kepulangan, serta memulihkan hak-hak Habib Rizieq Shihab sebagai warga negara Indonesia".

'Politik transaksional'

Pihak berwenang Indonesia sebelumnya telah mempersilakan kepada pemimpin ormas FPI tersebut untuk pulang dan menghadapi proses hukum, apalagi sebagian kasus yang dihadapinya sudah dihentikan, termasuk kasus dugaan penodaan Pancasila dan penyebaran konten pornografi.

Menurut Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia, Aditya Perdana, politik transaksional seperti ini biasa terjadi.

"Karena para ulama mendukung kandidat presiden maka kemudian mereka menyampaikan posisinya atau tawarannya kepada Pak Prabowo-Sandi. Mereka mau seperti apa."

Ditambahkannya bentuk-bentuk transaksi politik seperti itu diperkirakan akan semakin muncul menjelang pemilihan presiden.

Forum Ijtima Ulama II di antaranya dihadiri oleh Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama Yusuf Muhammad Martak, Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan dan Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mustafa Kamal, serta calon presiden Prabowo Subianto.
SUMBER : https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-45550945